Rabu, 17 Agustus 2011

Pengaruh Kelas Unggulan terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tembilahan Hulu Kabupaten Indragiri Hilir (BAB II bagian 2)

E. Pengertian Hasil Belajar Siswa
Menurut Nana Sudjana, hasil belajar adalah “kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya melalui alat pengukuran, yaitu berupa tes yang tersusun secara teratur”.[17]
Menurut Muhibbin Syah, “hasil belajar siswa meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa”.[18]
Selanjutnya menurut E. Mulyasa, hasil belajar merupakan seluruh perubahan perilaku sebagai akibat dari belajar yang dikelompokkan ke dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotor”.[19]
Sejalan dengan hal tersebut, menurut S. Nasution yang ditulis kembali oleh Kunandar menyatakan:
“hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar”.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan hasil belajar siswa adalah seluruh perubahan yang dialami oleh siswa setelah melalui proses belajar dengan menggunakan tes yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor.

F. Kriteria Hasil Belajar Siswa
Pada umumnya hasil belajar siswa di sekolah berbentuk pemberian nilai dari guru mata pelajaran kepada siswa sebagai indikasi sejauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran yang disampaikannya, biasanya prestasi ini dinyatakan dalam bentuk angka, huruf atau kalimat yang dihimpun dalam buku raport dengan ketentuan nilai sebagai berikut:
Nilai  91 -100   : Istimewa
Nilai  80 – 90   : Amat Baik
Nilai  70 – 79   : Baik
Nilai  60 – 69   : Cukup
Nilai     < 60   : Kurang[20]
Ketentuan nilai dalam hasil belajar siswa yang terdapat dalam buku raport tersebut memperlihatkan angka 60 sebagai angka terendah (passing grade) untuk ketetapan batas minimum keberhasilan belajar siswa yang selalu berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan guru.
Menurut Muhibbin Syah ada beberapa alternatif norma pengukuran dalam menetapkan keberhasilan siswa dalam setiap proses belajar, yaitu :
a. Norma skala angka dari 0 sampai 10
b. Norma skala angka dari 0 sampai 100[21]
Kriteria nilai 0-10 atau 0-100 dapat dijelaskan secara kualitatif sebagai berikut :








Tabel II.1
Perbandingan Nilai Angka, Huruf, dan Predikatnya[22]

Simbol Nilai
Huruf
Predikat
Angka

8-10  = 80–100 = 3,1 – 4
7–7,9 = 70–79  = 2,1 - 3
6–6,9 = 60–69  = 1,1 - 2
5–5,9 = 50–59  = 1
0–4,9 =  0-49  = 0


A
B
C
D
E

Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Gagal

Norma pengukuran yang ditetapkan Muhibbin Syah baik berbentuk kuantitatif maupun kualitatif memperlihatkan nilai terendah (passing grade) yang menyatakan keberhasilan belajar dengan skala 0-10 adalah 5,5 atau 6 dengan angka dibawah 4,9 sebagai predikat gagal sedangkan untuk skala 0-100 adalah 55 atau 60 dengan angka dibawah 49 sebagai predikat gagal. Pada dasarnya apabila siswa dapat mengerjakan instrumen evaluasi 55% atau 60%, dengan kata lain jika seorang siswa dapat mengerjakan soal lebih dari setengah (>55%)instrumen evaluasi dengan benar berarti siswa telah memenuhi target minimal keberhasilan belajar.
Passing grade sebagai indikasi hasil belajar siswa terendah dalam istilah pendidikan sekarang dikenal  dengan akronim KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang dalam penetapannya guru atau sekolah diharuskan untuk menyesuaikan dengan berbagai faktor seperti Intake (input-siswa), sarana prasarana, dan kemampuan guru.
Dalam menentukan pengukuran suatu penilaian hasil belajar siswa, guru Pendidikan Agama Islam harus memiliki kemampuan untuk mengungkapkan hasil belajar siswa yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan untuk mengungkapkan hasil belajar yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dapat dilakukan dengan pendekatan  Penilaian Acuan Normal (PAN) dan Penilaian Acuan Kriteria (PAK).
Menurut Tardif sebagaimana dikutip Muhibbin Syah bahwa pendekatan Penilian Acuan Normal (PAN) adalah “hasil belajar seorang peserta didik diukur dengan cara membandingkannya dengan prestasi yang dicapai teman-teman sekelas atau sekelompoknya”.[23] Jadi pendekatan Penilaian Acuan Normal (PAN) merupakan penetapan kriteria nilai peserta didik berdasarkan perbandingan nilai yang diperoleh siswa dalam kelompok belajarnya atau sesama teman sekelas.
Sedangkan pendekatan Penilaian Acuan Kriteria (PAK), dijelaskan Tardif sebagai “proses pengukuran hasil belajar dengan cara membandingkan pencapaian seorang siswa dengan pelbagai perilaku ranah yang telah ditetapkan secara baik (well-defined domain behaviours) sebagai patokan absolut.”[24]
Hal ini berarti bahwa kriteria penilaian ditetapkan berdasarkan pada tujuan pembelajaran umum (standar kompetensi) dan tujuan pembelajaran khusus (kompetensi dasar) atau berdasarkan penguasaan atas materi pelajaran.
Hasil dari proses pengukuran hasil belajar siswa baik yang dengan pendekatan PAN maupun pendekatan PAK biasanya dituliskan dalam suatu laporan hasil belajar yang dikenal dengan istilah raport.

G. Indikator Hasil Belajar Siswa
Tolok ukur hasil belajar dapat dilakukan dengan evaluasi (assesment), karena dengan evaluasi  dapat diketahui tinggi dan rendahnya hasil belajar siswa atau gagal dan berhasilnya belajar siswa. Gagal atau berhasilnya siswa dalam belajar dapat diketahui dengan pendekatan Penilaian Acuan Normal (PAN) dan Pendekatan Acuan Kriteria (PAK). Pendekatan ini dilakukan untuk menentukan tinggi dan rendahnya hasil belajar siswa.
Menurut Muhibbin Syah, evaluasi adalah “penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program”.[25] Sedangkan Tardif menyebutkan “evaluasi dengan kata assesment yang berarti proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan”.[26]
Pengertian evaluasi yang dikemukakan dua ahli di atas memiliki kesamaan yakni adanya sesuatu yang hendak diketahui berupa penguasan siswa terhadap tujuan pembelajaran dan kompetensi belajar yang telah dipelajari serta diwujudkan dalam bentuk kemampuan siswa menjawab instrumen evaluasi.
Evaluasi sebagai instrumen untuk mengetahui prestasi belajar diharapkan mampu mengevaluasi seluruh kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. untuk mengevaluasinya, maka perlu diketahui tujuan evaluasi  sebagaimana yang dikemukakan Muhibbin Syah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai siswa.
2. Untuk mengetahui posisi atau kedudukan siswa dalam kelompok kelasnya.
3. Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar.
4. Untuk mengetahui sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitifnya untuk keperluan belajar.
5. Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses belajar mengajar.[27]

Sedangkan tujuan evaluasi dalam Undang-undang  Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003 pada pasal 58 ayat 1, yaitu :“untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didi secara berkesinambungan”.[28]
Tujuan evaluasi untuk mengetahui kemajuan, posisi atau kedudukan, daya serap, daya guna kognitif, usaha belajar siswa, dan untuk mengetahui daya guna metode mengajar serta memantau proses belajar dan perbaikan belajar  akan dapat diperoleh dengan efektif jika pendidik dalam melakukan evaluasi belajar siswa pada bidang studi Pendidikan Agama Islam dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan penilaian terhadap proses dan hasil pembelajaran yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
2. Menggunakan bentuk-bentuk penilaian yang relevan dengan aspek yang dinilai, seperti:
a. penilaian dalam bentuk tertulis, tes uraian (essay) dan tes pilihan (obyektif.
b. penilaian dalam bentuk lisan melalui tanya jawab langsung.
c. penilaian dalam bentuk perbuatan melalui pengamatan, partisifasi, dan pencarian informasi (investigasi).
3. Membuat tahapan penilaian sesuai waktu dan keperluan,  yaitu:
a. ulangan harian.
b. ulangan semester.
c. ujian akhir nasional.
4. Menganalisis hasil ulangan untuk memperoleh umpan balik berupa pengayaan atau remedial.[29]

Selain langkah-langkah di atas, Muhibbin Syah memberikan alternatif pengukuran prestasi belajar Pendidikan Agama Islam yang dapat dilakukan dengan alternatif evaluasi yang “menekankan pada dimensi ranah cipta (kognitif), ranah rasa (afektif), dan ranah (karsa) psikomotor”.[30] Penilaian dengan penekanan pada tiga ranah tersebut perlu dilakukan, karena materi Pendidikan Agama Islam menghendaki tiga kemampuan tersebut sekaligus pada anak, seperti shalat (psikomotor), sabar (afektif), dan sejarah perjuangan Rasulullah (kognitif).
  1. Evaluasi Hasil Belajar Kognitif
Evaluasi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan. Dengan evaluasi ini guru atau orang tua dapat mengetahui kemampuan kognitif siswa dengan memberikan pertanyaan lisan, tulisan, maupun perbuatan berkenaan dengan materi Pendidikan Agama Islam yang telah dipelajari siswa (anak). Dan pertanyaan dapat disusun berdasarkan ranah atau jenis prestasi yang hendak diketahui misalnya mengingat, memahami, menerapkan, memeriksa, menyusun, menunjukkan dan lai-lain.
  1. Evaluasi hasil belajar Afektif
Evaluasi ini dapat dilakukan dengan bentuk tes skala likert, dimana dengan skala likert ini dapat diidentifikasi kecendrungan/sikap siswa. Guru atau orang tua dapat menggunakan skala likert dalam mengidentifikasi kecendrungan atau sikap anak yang mencerminkan sikap anak terhadap sesuatu dengan membuat skala seperti sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Sikap anak terhadap sesuatu dapat ditunjukkan anak/siswa berupa penerimaan, sambutan, apresiasi, pendalaman, penghayatan, meyakini dan lain-lain.
  1. Evaluasi Prestasi Psikomotor
Evaluasi ini dapat dilakukan dengan cara mengamati (observasi). Guru atau orang tua dapat mengukur prestasi psikomotor siswa/anak dengan mengobservasi secara cermat dan sistematis menurut pedoman yang terdapat dalam lembar observasi terhadap pengamalan kewajiban agama seperti shalat. Dan hal-hal yang dapat diobservasi seperti keterampilan bergerak, bertindak, menggunakan, kecakapan verbal, dan kecakapan nonverbal.
Sehubungan dengan evaluasi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor, maka Muhibbin Syah mengetengahkan tabel jenis, indikator, dan cara evaluasi sebagai berikut:
Tabel II.2
Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Prestasi[31]

Ranah / Jenis Prestasi
Indikator
Cara Evaluasi
A.Ranah Cipta
  (Kognitif)
 1.Pengamatan
 



1.Dapat menunjukkan;
2.Dapat membandingkan;
3.Dapat menghubungkan;


Tes Lisan
Tes Tertulis
Observasi
 2.Ingatan
 

1.Dapat menyebutkan;
2.Dapat menunjukkan kembali;

Tes Lisan
Tes Tertulis
Observasi
 3.Pemahaman
 

1.Dapat menjelaskan;
2.Dapat mendefinisikan
  dengan lisan sendiri;
Tes Lisan
Tes Tertulis
 4.Aplikasi/
   Penerapan
 
1.Dapat memberikan contoh;
2.Dapat menggunakan secara
  Tepat;
Tes Tertulis
Tugas
 5.Analisis
  (Pemeriksaan dan
   pemilahan secara
   teliti)
1.Dapat menguraikan;
2.Dapat mengklasifikasikan
  /memilah-milah;

Observasi
Tes Tertulis
Tugas

  6.Sintesis
   (Membuat paduan
    Baru dan utuh)
1.Dapat menghubungkan
  Materi-materi, sehingga
  menjadi kesatuan baru;
2.Dapat menyimpulkan;
3.Dapat menggeneralisasi-
  kan (membuat prinsip
  umum)
Tes Tertulis
Tugas


B.Ranah Rasa
  (Afektif)
 1.Penerimaan




1.Menunjukkan sikap menerima
2.Menunjukkan sikap menolak



Tes Tertulis
Skala sikap
Observasi
 2.Sambutan


1.Kesediaan berpartisifasi/
  Terlibat
2.Kesediaan memanfaatkan
Tes Tertulis
Tugas
Observasi
 3.Apresiasi




1.Menganggap penting dan ber
  Manfaat
2.Menganggap indah dan harmo
  Nis
3.Mengagumi
Skala Sikap
Tugas
Observasi


 4.Internalisasi

1.Mengakui dan meyakini
2.Mengingkari
Skala Sikap
Tugas
 5.Karakterisasi

1.Melembagakan / meniadakan
2.Menjelmakan dalam pribadi
  dan perilaku sehari-hari
Tugas
Observasi
C.Ranah Karsa
  (Psikomotor)
 1.Keterampilan
   Bergerak dan
   Bertindak


Kecakapan mengkoordinasikan gerak mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya.


Observasi
Tes Tindakan

 2.Kecakapan
   Ekspresi verbal
   dan non-verbal
1.Kefasihan melafalkan /
  mengucapkan
2.Kecakapan membuat mimik
  dan gerakan jasmani
Tes Lisan
Observasi
Tes Tindakan


H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa
Proses belajar merupakan proses yang panjang yang berfungsi untuk merubah perilaku siswa ke arah yang lebih baik. Banyak faktor seperti yang dikemukakan oleh Sardiman A.M bahwa “secara garis besar faktor yang mempengaruhi belajar dapat dibagi dalam klasifikasi faktor intern diri si subjek belajar dan faktor ekstren diri si subjek belajar”.[32]
Faktor intern merupakan faktor fisiologis dan faktor psikologis siswa seperti kondisi fisik, motivasi,  perhatian, pengamatan, fantasi, ingatan, konsentrasi siswa, dan lain-lain. Sedangkan faktor ekstern dapat berupa orang tua, guru, dan lingkungan.
Muhibbin Syah, membagi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa menjadi tiga macam, yaitu:
1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa.
2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan sekitar siswa.
3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan untuk mempelajari materi-materi pelajaran.[33]

Faktor internal merupakan faktor yang berada dalam diri siswa yang meliputi aspek fisiologis  dan aspek psikologis. Aspek fisiologis berhubungan dengan kondisi jasmaniah atau raga siswa, misalnya tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya. Selain itu faktor fisiologis juga meliputi kondisi kesehatan alat indera seperti telinga dan mata karena telinga dan mata merupakan alat yang dapat menyerap informasi melalui apa yang didengar dan dilihat. Sedangkan aspek psikologis siswa meliputi banyak kemampuan yang bersifat potensi (fitrah), seperti tingkat kecerdasan (intelegensi), sikap (afektif), bakat, minat, dan motivasi siswa. Faktor yang bersifat psikologis ini ada yang bersifat bawaan atau keturunan seperti  intelegensi dan bakat, dan ada pula yang bisa dipelajari seperti sikap, minat, dan motivasi.
Adapun faktor eksternal terbagi dua macam, yaitu faktor lingkungan sosial dan fakor lingkungan nonsosial. Lingkungan sosial tempat anak bersosialisasi dapat mempengaruhi prestasi belajar anak. Lingkungan sosial bisa berupa lingkungan sekolah sekolah misalnya para guru, staf sekolah, dan teman-teman sekelas. Lingkungan masyarakat dan tetangga juga termasuk lingkungan sosial bagi anak, karena di lingkungan tersebut mereka juga melakukan interaksi denga teman-teman sepermainan di lingkungannya.
Berkenaan dengan faktor yang ketiga, yaitu faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap prestasi belajar anak, karena pendekatan belajar berhubungan dengan penggunaan cara dan strategi dalam belajar, semakin efektif dan relevan cara dan strategi belajar yang digunakan dengan tujuan materi pelajaran yang dipelajari, maka akan semakin baik prestasi belajar yang diraih anak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar seperti yang dikemukakan  di atas merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain serta akan menjadi efektif dan semakin tinggi prestasi belajar yang dicapai anak jika terdapat tiga faktor sekaligus dan sebaliknya. Misalnya seorang anak yang belajar karena faktor eksternal seperti mendapat motivasi positif dari teman sejawat. Sebaliknya anak yang berintelegensi tinggi (faktor internal) dan diberikan motivasi oleh guru atau temannya (faktor eksternal), bisa saja memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas belajar. Jadi karena pengaruh faktor-faktor tersebut, seorang anak akan muncul menjadi pelajar-pelajar yang berprestasi tinggi (high-achievers) maupun berprestasi rendah (under-achievers).
I. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan yaitu ”tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tingginya”.[34]
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan terencana yang dilaksanakan oleh orang dewasa yang memiliki ilmu dan keterampilan kepada anak didik, demi terciptanya manusia sempurna dan bahagia dunia akhirat.
Kata agama berasal ”dari bahasa sansekerta yaitu ”a” dan ”gama”. ”a” berarti tidak, sedangkan ”gama” adalah kekacauan. Jadi dengan adanya agama diharapkan tidak ada kekacauan pada diri manusia baik kekacauan dalam diri sendiri maupaun kekacauan bagi orang lain”.[35]
Para ahli sangat sulit mengartikan agama karena agama bersangkutan dengan masalah kehidupan batin serta bersangkutan dengan keyakinan dan memang sulit dinilai secara tepat dan rinci. Meskipun sulit, bukan berarti kata agama tidak bisa sama sekali diartikan. Oxford Student Dictionary mendefinisikan agama adalah “the belief in the existence of supranatural ruling power, the creator and controller of universe (suatu kepercayaan akan keberadaan suatu kekuatan pengatur supranatural yang menciptakan dan mengatur alam semesta)”.[36]
Harun Nasution memberikan pengertian dari agama adalah ”sebuah ikatan atau pegangan dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia berupa kekuatan ghaib yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera serta harus dipegang dan dipatuhi manusia”.[37]
Secara definitif, Harun Nasution memberikan batasan agama sebagai berikut:
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuasaan ghaib yang harus dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai manusia.
3. Mengikat suatu kepercayaan yang mengandung pengakuan adanya kekuatan lain di luar manusia serta mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
4. Kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
5. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari sesuatu kekuatan ghaib.
6. Pengakuan adanya kewajiban-kewajiban yang harus diyakini dan dilaksanakan yang bersumber pada kekuatan ghaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan ghaib yang berasal dari perasaan takut dan lemah dihadapan kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Rasulnya.[38]
Maka secara garis besar agama merupakan sebuah pegangan dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia berupa kekuatan ghaib yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera serta harus dipegang dan dipatuhi manusia.
Pengertian Islam dapat dilihat dalam dua sudut pandang yaitu secara etimologi dan secara terminologi. Secara etimologi, ”Islam berasal dari kata aslama yang merupakan turunan dari kata assalamu, assalamatu yang berarti bersih dan selamat dari kecacatan lahir dan batin. Dari asal kata ini dapat diartikan berserah diri, tunduk, patuh dan taat sepenuhnya kepada kehendak Allah. Kepatuhan dan ketaatan kepada Allah itu melahirkan keselamatan dan kesejahteraan diri serta kedamaian kepda sesama manusia dan lingkungannya”.[39]
Secara terminologi Islam adalah ”kaidah hidup yang diturunkan kepada manusia kepada manusia sejak manusia digelarkan ke muka bumi dan dibina dlam bentuknya yang terakhir dan sempurna dalam Al-Qur’an yang suci yang diwahyukan Allah kepada nabi-Nya yang terakhir yakni Muhammad SAW berisi satu kaidah hidup yang memuat tuntunan yang jelas dan lengkap mengenai aspek hidup manusia, baik spiritual maupun material”.[40]
Dari pengertian-pengertian tersebut di atas, pengertian pendidikan agama Islam memiliki makna yang beragam pula, pengertian pendidikan agama Islam menurut beberapa ahli diantaranya:
Menurut hasil seminar pendidikan agama Islam se-Indonesia tanggal 7-11 Mei 1960 di Cipayung Bogor menyatakan Pendidikan Agama Islam adalah ”bimbingan terhadap pertrumbuhan jasmani dan rohani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam”.[41]
Sedangkan menurut Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam adalah “suatu program terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran Islam serta diikuti tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa”.[42]
Sedangkan menurut Zakiah Daradjat, pendidikan Agama Islam adalah ”pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itui sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat kelak”.[43]
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil sebuah kesimpulan  bahwa Pendidikan Agama Islam adalah salah satu mata pelajaran atau cabang ilmu yang mempelajari proses bimbingan jasmani dan rohani yang berlandaskan ajaran Islam dan dilakukan dengan kesadaran untuk mengembangkan potensi anak menuju perkembangan yang maksimal, sehingga terbentuk kepribadian yang memiliki nilai-nilai Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar